Aidan Dwyer, pelajar kelas 7 asal New York menemukan sebuah alat yang dapat mengumpulkan energi listrik melalui tenaga surya.
Pembangkit listrik tenaga matahari memang bukan hal yang aneh, namun alat temuan Dwyer mampu menjaring energi listrik hingga 50% lebih besar dari pembangkit tenaga surya lainnya.
Seperti diberitakan Gizmodo, temuannya ini bermula saat dirinya tengah berjalan menyusuri hutan di musim dingin. Dwyer memperhatikan bentuk dahan di pohon-pohon yang dilaluinya. Dwyer yakin, dahan-dahan itu tidak tumbuh sembarangan, melainkan disusun mengikuti komposisi tertentu. Dia kemudian mengukur sudut tumbuhnya dahan dan menemukan teori yang mengejutkan. Dahan-dahan pohon rupanya tumbuh mengikuti bilangan Fibonacci.
Bilangan Fibonacci merupakan baris angka yang diperoleh dari penambahan dua angka sebelumnya, seperti 0, 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, dan seterusnya.
Deret bilangan ini pertama kali digunakan Gopala dan Hemachandra, matematikawan asal India di tahun 1150.
Terkejut dengan temuannya sendiri, Dwyer lalu mencari tahu apa pengaruhnya. Rupanya dengan susunan semacam itu, pohon mampu meresap sinar matahari lebih banyak bagi pertumbuhan dahannya.
Dwyer melanjutkan temuannya dengan membuat sebuah eksperimen. Dwyer membuat dua model panel solar, yang pertama dengan konsep tradisional dengan panel yang ditempatkan dalam susunan sejajar, dan yang lainnya mengikuti deret Fibonacci.
“Panel dengan desain seperti pohon mengumpulkan listrik 20% lebih banyak dan lebih lama 2,5 jam di siang hari,” ungkap Dwyer kepada American Museum of Natural History.
Hasil yang lebih mengejutkan didapat di bulan Desember, saat matahari berada di titik terendah di langit. Panel surya dengan bentuk pohon menghasilkan listrik 50% lebih banyak dan pengumpulan sinar 50 persen lebih lama.
“Hal terbaik yang saya dapat dari hal ini ialah walau di hari tergelap di musim dingin sekalipun, alam tetap menunjukkan rahasianya,” tandas Dwyer.
Pembangkit listrik tenaga matahari memang bukan hal yang aneh, namun alat temuan Dwyer mampu menjaring energi listrik hingga 50% lebih besar dari pembangkit tenaga surya lainnya.
Seperti diberitakan Gizmodo, temuannya ini bermula saat dirinya tengah berjalan menyusuri hutan di musim dingin. Dwyer memperhatikan bentuk dahan di pohon-pohon yang dilaluinya. Dwyer yakin, dahan-dahan itu tidak tumbuh sembarangan, melainkan disusun mengikuti komposisi tertentu. Dia kemudian mengukur sudut tumbuhnya dahan dan menemukan teori yang mengejutkan. Dahan-dahan pohon rupanya tumbuh mengikuti bilangan Fibonacci.
Bilangan Fibonacci merupakan baris angka yang diperoleh dari penambahan dua angka sebelumnya, seperti 0, 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, dan seterusnya.
Deret bilangan ini pertama kali digunakan Gopala dan Hemachandra, matematikawan asal India di tahun 1150.
Terkejut dengan temuannya sendiri, Dwyer lalu mencari tahu apa pengaruhnya. Rupanya dengan susunan semacam itu, pohon mampu meresap sinar matahari lebih banyak bagi pertumbuhan dahannya.
Dwyer melanjutkan temuannya dengan membuat sebuah eksperimen. Dwyer membuat dua model panel solar, yang pertama dengan konsep tradisional dengan panel yang ditempatkan dalam susunan sejajar, dan yang lainnya mengikuti deret Fibonacci.
“Panel dengan desain seperti pohon mengumpulkan listrik 20% lebih banyak dan lebih lama 2,5 jam di siang hari,” ungkap Dwyer kepada American Museum of Natural History.
Hasil yang lebih mengejutkan didapat di bulan Desember, saat matahari berada di titik terendah di langit. Panel surya dengan bentuk pohon menghasilkan listrik 50% lebih banyak dan pengumpulan sinar 50 persen lebih lama.
“Hal terbaik yang saya dapat dari hal ini ialah walau di hari tergelap di musim dingin sekalipun, alam tetap menunjukkan rahasianya,” tandas Dwyer.
Sumber : tabloidbintang.com
0 comments:
Posting Komentar